
Dalam beberapa bulan ke depan kita akan dihadapkan dengan hajatan terbesar demokrasi, Pemilu Legislatif dan Pilpres. Tanda-tanda menjelang hajatan itu mulai telihat saat ini. Hampir semua sarana perkenalan digunakan untuk memperkenalkan diri. Dari semula tidak dikenal menjadi terkenal. Dari bukan siapa-siapa sebelum mencalonkan diri menjadi bak pahlawan masa kini, tokoh pembaharuan dan perubahan, seolah pembela wong ciliklah, pembela petani, nelayan dan lain-lain pokoknya yang kesannya membela, melindungi dan merasakan penderitaan rakyat lah.
Tapi apa benar?? Lalu kemana saja mereka sebelum ini?? Bagaimana kinerja mereka ketika diberi amanah?? Apakah sesuai dengan janji-janjinya?? Kenapa baru sekarang baru hingar-bingar memerankan aktor/aktris dalam drama perpolitikan yang semakin dekat dengan klimaksnya??
Pilihan sulit akan menghadapi kita dalam memilih “tokoh-tokoh” kita nantinya. Kita harus jeli dan cerdas dalam memilih. Apakah yang kita pilih adalah seorang politisi sejati yang tidak rela gelar dan nafsu politisnya hilang atau seorang politisi yang siap untuk menjadi negarawan dan melepas nafsu politisnya. Seorang politisi biasanya bekerja untuk jangka waktu yang lebih pendek, pragmatis dan lebih sering mengutamakan kepentingan pribadi atau golongannya. Watak dan perilaku politisi kita yang sudah umum adalah menjadikan rakyat sebagai obyek. Rakyat hanya dijadikan angka-angka yang diolah demi ambisinya. Itulah yang sering dijual pada publik : akrobat angka-angka. Sementara seorang negarawan biasanya visioner, lebih terbuka, bijak dan mengutamakan kepentingan rakyatnya. Seorang negarawan tidak rela rakyatnya menderita, baginya penderitaan yang dirasakan rakyat harus dialah yang lebih dulu dan lebih banyak merasakannya. Saat ini sepertinya sulit bagi kita mencari calon-calon negarawan layaknya Soekarno, Hatta, Natsir, Syahrir atau Jendral Soedirman. Tokoh-tokoh yang ada kini seolah hasil “sulap” dari pencitraan positif di berbagai media komunikasi. Gimana ga “sulap”, sebab hampir tiap tokoh-tokoh populer yang saat ini beredar di berbagai media mempunyai tim-tim (konsultan) yang terdiri dari pakar-pakar komunikasi, periklanan, pemasaran hingga statistik yang mampu membentuk pencitraan yang positif bagi masyarakat. Jadi masyarakat yang awan tentunya bisa tertipu.
Jadi pilih politisi atau negarawan???